Pengelolaan
kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan
belajar dengan baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah
bersumber dari kondisi tempat belajar dan pelajar yang terlibat dalam belajar
Kondisi tempat belajar misalnya bisa berupa ruang kotor, papan tulis rusak,
meja kursi rusak, dan sebagainya dapat mengganggu belajar[1].
Sedangkan masalah pebelajar di bagi menjadi dua, yaitu:
A.
Masalah Individu
Rudolf Dreiklurs dan Pearl Cassel
membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan
asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan
pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga
diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi malalui cara-cara
yang lumrah dapat diterima masyarakat, dalam hal ini masyarakat kelas, maka
individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara lain.Dengan
perkataan lain, dia akan berbuat “tidak baik” perbuatan-perbuatan untuk mencapai
tujuan dengan cara tidak baik inilah oleh pasangan penulis diatas digolongkan
sebagai berikut[2]:
1.Tingkah
laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors).
Misal: membadut (aktif), atau serba lamban.
2.Tingkah
laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors). Misal:
selalu mendebat, marah, menangis, lupa aturan.
3.Tingkah
laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors).
Misal: mengata-ngatai, memukul.
4.Peragaan
ketidakmampuan: Sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun, karena
kegagalan yang terjadi.
Untuk membedakan
keempat tipe di atas, dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap gejala yang
muncul. Dreikurs dan Cassel mengajukan satu teknik yang cukup .sederhana untuk
mendeteksi gejala tersebut, dengan parameter sebagai berikut.
a) Jika guru merasa terganggu oleh tindakan murid, mungkin tujuan murid adalah untuk mencari perhatian.
b) Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, tujuan murid tersebut mungkin untuk mencari kekuasaan.
c) Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuannya mungkin untuk mencari pelampiasan dendam.
d) Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan anak mungkin untuk menunjukkan ketidakmampuannya.
a) Jika guru merasa terganggu oleh tindakan murid, mungkin tujuan murid adalah untuk mencari perhatian.
b) Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, tujuan murid tersebut mungkin untuk mencari kekuasaan.
c) Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuannya mungkin untuk mencari pelampiasan dendam.
d) Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan anak mungkin untuk menunjukkan ketidakmampuannya.
Menurut Manan Rahman, (1998:58)
dari keempat tindakan individu di atas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf
Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering
nampak pada anak usia sekolah yaitu:
1) Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi superstar di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
2) Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
3) Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
4) Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.[3]
1) Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi superstar di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
2) Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
3) Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
4) Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.[3]
Murid-murid yang tidak bisa menaikkan statusnya
dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya, biasanya akan mencari jalan
lain, baik melalui tindakan untuk menarik perhatian yang aktif maupun yang
pasif.
1. Cara aktif : Bentuk mencari
perhatian yang aktif bersifat merusak, misalnya bergaya sok, melawak, mengacau,
menjadi anak nakal, anak yang terus-menerus bertanya atau ramai dikelas.
2. Cara Pasif : Bentuk pasif
dalam mencari perhatian yang bersifat merusak misalnya, pemaksaan atau ingin
mendapatkan perhatian orang lain dengan meminta tolong terus.
Pencari
Kekuasaan
Perilaku untuk mencari
kekuasaan hampir sama dengan kasus tindakan di atas, namun sifatnya lebih kuat
yakni mencari perhatian yang sifatnya merusak.
1. Pencari
kekuasaan yang aktif biasanya suka membantah, berbohong, pemukul, mempunyai
watak pemarah, menolak perintah, dan benar-benar tidak mau tunduk.
2. Pencari
kekuasaan yang pasif adalah orang yang kemalasannya sangat nyata, yang biasanya
tidak mau bekerja sama sekali. Murid seperti ini sangat pelupa, keras kepala,
dan tidak mau patuh.
Murid yang mencari pelampiasan dendam disebabkan putus asa dan bingung sehingga mencari keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (mencakar, memukul, menendang) bermusuhan dengan teman-temannya, memaksa dengan kekuasaan. Biasanya anak tersebut pelampiasannya lebih banyak secara aktif daripada secara pasif. Keaktifan mereka digambarkan sebagai anak yang kejam dan penuh kebencian, sedangkan mereka yang pasif digambarkan sebagai orang yang cemberut dan menantang.
Murid yang mencari pelampiasan dendam disebabkan putus asa dan bingung sehingga mencari keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (mencakar, memukul, menendang) bermusuhan dengan teman-temannya, memaksa dengan kekuasaan. Biasanya anak tersebut pelampiasannya lebih banyak secara aktif daripada secara pasif. Keaktifan mereka digambarkan sebagai anak yang kejam dan penuh kebencian, sedangkan mereka yang pasif digambarkan sebagai orang yang cemberut dan menantang.
Lebih lanjut Dreikurs
dan Cassel menegaskan bahwa guru harus dengan tepat mengidentifikasi dan
memahami tujuan tindakan anak sehingga secara efektif dapat dilakukan
penanganannya
B. Masalah sosial
Masalah kelompok adalah merupakan masalah yang sumber
penyebabnya adalah kelompok. Lois U Johnson dan Marry A. Bany mengemukakan enam
kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut[4]:
1. Kelas kurang kohesif, misalnya
perbedaan jenis kelamin, suku dan tingkatan sosial ekonomi dan sebaginya.
2. Kelas mereaksi negatif terhadap
salah satu anggotanya, misalnya, mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran
seni suara, menyanyi dengan suara sumbang.
3. Membesarkan hati anggota kelas yang
justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut
kelas.
4. Kelompok cenderung mudah dialihkan
perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
5. Semangat kerja rendah, misalnya
semacam aksi protes kepada guru karena mengangap tugas yang diberikan kurang
adil.
6. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan baru, misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti
sementara oleh guru lain, dan
sebagainya. (Rohani : 2004, 126)
C. Cara Penanggulangan
Untuk menangkal dan menanggulangi
kenakalan anak tersebut perlu diketahui secara dini dan seksama tentang[5]:
a. Penyebab-penyebabnya, seperti
lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat.
b. Gejala-gejalanya.
c. Langkah yang tepat untuk
menangguanginya.
Kebijakan-kebijakan yang dapat diambil untuk menangkal dan
menanggulangi kenakalan anak dapat dilakukan melalui Tri pusat pendidikan,
yaitu dalam lingkungan sekolah atau pendidikan formal, dan lingkungan sosial
dan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar